Dalam acara CULA 3 ini saya merasa ada energi tersendiri untuk bersastra, terutama dalam pengembangan bahasa Ibu saya. "Sunda". Acara rutinan komunitas jenre sastra sunda baru yang disebut FIKSIMINI ini diusung beberapa penulis sajak besar senusantara. Cula membuka wawasan saya tentang kesundaan diri. Sangat tepat sekali acara ini diadakan di Kanekes Baduy, mengingat disana adalah satu-satunya tempat pijar awal kesundaan yang masih asli dan terjaga kelestarian budaya dan bahasanya. Selama tiga hari dua malam saya mengikuti acara Cula ini tidak sedikitpun merasa jenuh dengan kegiatannya, para panitia menata acara dengan apik dan penuh kesederhanaan, jadi setiap peserta yang mengikuti acara tersebut aktif dan merasa dekat dengan budayanya. Contonya saja acara penerimaan yang berawal di Kab Pandeglang tepatnya di Bale Seni Ciwasiat, para peserta disambut dengan Lengser yang diteruskan Tarian selamat datang. Setelah dipersilahkan memasuki sanggar sayapun terkesima dengan pertunjukan seni tradisi khas Pandeglang yaitu Rampak Bedug yang sudah dikolaborasikan dengan tarian, sehingga semakin menarik. Sore harinya para peserta digiring untuk mengelilingi Alun-alun kota guna mencicipi makanan khas serta meresapi dinginnya Pandeglang, mengingat banyaknya peserta atau "Fikminer" kami menyebutnya, berasal dari luar banten. Makanan suguhan yang disediakan panitia seperti : Jojorong, Pancung, Getuk, Balok, Lempis dan Balok tersaji diatas karpet hijau Sanggar untuk kita nikmati. Konsep lesehan seperti ini yang membuat fikminer merasa lebih akrab, baik sesama fikminer atau Admin. Mengingat ini Pandeglang. Rasanya kurang asik kalau tidak merasakan yang namanya "Babacakan" atau makan bersama diatas daun pisang yang memanjang. Ikan Raja Gantang, Bentong dan Sambalpun pasti menghiasi nasi putih mengepul yang siap santap. Kalau masalah aroma, jangan ditanya, sudah pasti membuat ngiler semua yang bersila dihadapannya. Hari ke 2 semua fikminer bergegas untuk pergi ke Rangkas Bitung, dengan menggunakan Kebaya untuk perempuan dan Baju adat lengkap dengan Iket kepala untuk laki-laki. Pendopo Multatuli telah menyambut kami, beberapa pejabat banten ikut menghadiri acara Cula, seperti Kabid Kebudayaan, Kepala Badan Bahasa provinsi banten Dll. Rajah, kacapi suling membuka romantisnya nuansa Sunda di Multatuli, dilanjut beberapa fikminer membacakan karyanya. Sekitar pukul 02 siang semua berangkat ke Kanekes, acara puncak yang pasti menggelitik imajinasi untuk bergoyang dalam irama pena, mengingat kesexsian panorama dan indahnya rasa dingin Baduy menjadi bedak untuk mempercantik imajinasi. Pagelaran Dramatisasi Fikmin "Arcadomas" menjadi pelengkap beberpa fikminer saat membaca karyanya didepan rumah Jaro. Kemeriahan acaranya ditambah sambutan masyarakat asli Baduy, memainkan alat musik tradisinya, seperti tidak ingin kalah berseni masyarakat asli Baduy mempertunjukan kebolehannya atas perintah Jaro. Ini sebuah pertunjukan yang langka dan memang mereka lakukan ketika ada tamu kehormatan berkunjung. Makanya kami merasa ini jamuan yang luar biasa. Keesokan paginya kita berjalan sekitar dua kilo menyusuri hutan dan tanjakan turunan yang lumayan terjal. Nahhhh, di Rawayanlah fikminer berlomba membuat karya dengan durasi 30 menit. Jepretttttttt, si Akang Gagah moto Uing sabari iseng, laju diTag ka FB uing. Ku Uing apungkeun deui kana Status, jadi wéh ieu. Wilujeung baraya!.
Secuil curhatan yang memaksa saya untuk menuliskannya. Momen yang takan mungkin bisa dilipakan begitu saja, saat pemberangkatan dari rangkas menuju Kanekes Baduy. Kebetulan saat Cula 3 saya membawa beberapa mahasiswa dari UNMA untuk bermain Teater. komunitas tomulawak yang pada saat itu dibimbing oleh sahabat saya. Kita berangkat lebih dulu, meninggalkan rombongan para penyajak sunda guna menyiapkan segala keperluan pementasan didepan rumah Jaro. Namun karna kami masih muda dan sangat menyepelekan apa yang namanya pantrangan. Padahal ketika malam hari di Bale Seni Ciwasiat telah dipaparkan mengenai larangan dan etika untuk mendatangi Kampung yang sangat Magis itu bagi saya. Diperjalanan salah satu mahasiswa kerasukan, serentak membuat seisi mobil terkejut. Down mungkin itu saja perasaan kami saat itu. Luar biasa apa yang dituturkan sangat persis dengan apa yang disampaikan ketika malam hari di Sanggar.
Secuil curhatan yang memaksa saya untuk menuliskannya. Momen yang takan mungkin bisa dilipakan begitu saja, saat pemberangkatan dari rangkas menuju Kanekes Baduy. Kebetulan saat Cula 3 saya membawa beberapa mahasiswa dari UNMA untuk bermain Teater. komunitas tomulawak yang pada saat itu dibimbing oleh sahabat saya. Kita berangkat lebih dulu, meninggalkan rombongan para penyajak sunda guna menyiapkan segala keperluan pementasan didepan rumah Jaro. Namun karna kami masih muda dan sangat menyepelekan apa yang namanya pantrangan. Padahal ketika malam hari di Bale Seni Ciwasiat telah dipaparkan mengenai larangan dan etika untuk mendatangi Kampung yang sangat Magis itu bagi saya. Diperjalanan salah satu mahasiswa kerasukan, serentak membuat seisi mobil terkejut. Down mungkin itu saja perasaan kami saat itu. Luar biasa apa yang dituturkan sangat persis dengan apa yang disampaikan ketika malam hari di Sanggar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar