Senin, 10 September 2012

mati itu bisa indah.

kini Rohman merenung dengan segala bebannya. Bukan alam ini menjaga mendung yang tersia-sia, peranan jiwa dalam melajukan perasaan membanting kesadaran Rohman dengan keluh, punggungnya menegak bukankarena ia sangat kuat, dan ruangan itu terlalu sempit untuk membuat sedikit punggungnya beristirahat, apakah arti dari air mata, apakah arti dari perasaan, ia melambung jauh dengan tetesan-tetesan berasa laut, matanya membengkat memerah, sedikit bengkak walau pujian itu masih mengarah padanya.
   "Mengapa kau Rahman, merenung di sudut tembok?" ungkap seorang kakek di depannya.
"Saya sedang menikmati keindahan hidup!" jawabannya santai dan bertolak belakang dengan pandangan si kakek, mungkin kakek itu menganggap hal yang seperti di lakukan Rohman adalah bukti keputus asaan, tapi jidat si kake mengkerut ketika mendapa jawaban dari Rohman dengan jelasnya. Bahkan Rohman berani menebarkan sedikit senyuman ikhlas untuk pertanyaan meragukan kekuatan hidupnya itu. sangkake pergi dengan bingungnya, bingung dengan keadaan Rohman yang menghawatirkan, tapi tak mau du khawatirkan, mungkin terlintas di hati si kake, bahwa anak muda berpakaiyan kemeja hijau lusuh itu sedan dan bercelana Jeans bolong, disempurnakan rambut gondrongnya yang bau terik matahari. sedang menanti ajal.
"kake jangan sungkan kalau kau ragu. Tanyakan saja hingga aku menjawab keraguanmu!" ucap Rohman ketika si kakek hendak pergi. serontak membuak kakek tua itu terkejut, kini dengan kemahiran Rohman membaca isi hati si kakek.
"sebetulnya kau ini siapa anak muda?" tanya si kake berbarengan dengan kepalanya yang melirik ke arah Rohman.
    pertanyaan itu sangat sulit di cerna dengan nalar kita, pada konteks seperti itu, tiba-toba terucap pertanyaan seperti itu. tapi bukan Rohman kalu ia sangat sulit menjawab pertanyaan, baginya semua pertanyaan sama. dengan jawaban yang sama.
"saya orang yang sedang menikmati hidup!" jawab Rohman mengulang.
"lalu untuk apa kamu di sini?"
"saya sedang menikmati hidup."
"saya tidak melihat kamu sedang kenikmatan?" kakek meninggi.
"saya sedang menikmati hidup."
"jujur yah kamu seperti menangis?" suara si kake semakin menjurus ke singgungan.
"saya sedang menikmati hidup." ucapan itu membuat si kake geram.
"kamu gila."
"memang gila karna kenikmatan hidup sungguh tiada tara!" Rohman berlalu, dan dari tempat ia bersandar tadi tercecer banyak sekali darah segar, lalu jatuh satu-persatu mengikuti kangkah Rohman. hingga mengering di sebuah Mesjid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar