Selasa, 07 Januari 2014
puisi Sang pendekar
Sangkakala surosowan 1808. ERHA
Sangpendekar nan gagah tumbang tertusuk pedang, darahnya mengalir abadi selalu hadir bersama tetesan embun pagi. lalu menembus kemanusiaan bertabur di tanah surosowan. Tapi kekokohan Jiwa menjadi penentu Ajalnya sendiri. Senja datang denga menawan ketika siang sore mulai tergelincir. Karena Sang pendekar menolak pemaksaan untuk kaumnya. Sejarah yang terbentang dari anyer hingga panaruka, menjadi sangat panjang seperti tumpukan naskah kematian. kini Sang pendekar mulai memaksa takdirnya. Memaksa matanya berkedip kembali, merangkak bangun walau perih. Menghadang hujaman di dadanya. menjaga amanah Maulana Hasanuddin dan Pangran Fatahillah.
hingga tak terelakan lagi dagingnya tercabik darah menderas keluar dari pori-porinya yang tersayat Londo Sialan. November 1808 Istana takbisa dipertahankan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar